Selasa, 28 April 2020

Bahasa Jawa

Bahasa Jawa Halus Krama dan Ngoko

@hendrotanoyo



Bahasa Jawa Halus 

Bahasa Jawa adalah bahasa dengan penutur terbanyak di Indonesia, bahasa ini digunakan oleh suku jawa yang wilayahnya meliputi Jawa Tengah, Yogyakarta dan Jawa Timur.
Selain itu bahasa jawa juga digunakan oleh sebagian penduduk di wilayah pesisir Karawang, Subang, Cirebon, Indramayu dan Banten.
Mari kita langsung saja kenalan dengan Kosakata Bahasa Jawa yang sering digunakan baik itu yang halus maupun kasar.

Walaupun sebetulnya bahasa Jawa memiliki 3 tingkatan penggunaan,. Namun kali ini tidak semua kita bahas.
Secara sederhana bahasa jawa ngoko digunakan oleh seseorang pada seseorang lain yang seusia atau sudah dikenal dekat. Sedangkan Bahasa Jawa Krama adalah bahasa Jawa halus yang biasanya digunakan ketika berbicara kepada orang tua atau orang yang lebih tua.

Berikut adalah kosakata Bahasa Jawa Halus dan juga bahasa jawa ngoko.
Tabel ini ditulis berdasarkan cara pengucapan, bukan bentuk penulisan bahasa Jawa yang sesuai.

No, Bahasa Indonesia, Bahasa Jawa Ngoko, Bahasa Krama Inggil

1 Saya Kulo Dalem
2 Kamu Kowe Panjenengan
3 Kami Awakedhewe Kito
4 Dia Deweke Piyambakipun
5 Ini Iki Meniko
6 Itu Kui Niku
7 Apa Opo Menopo
8 KapanKapanKapan
9 Dimana Ngendhi Wonten Pundhi
10 Yang Mana Singendhi Ingkangpundhi
11 Siapa Sopo Sinten
12 Mengapa Ngopo Kadhosmenopo
13 Bagaimana Piye Kadhospundi
14 Ya Yoh Inggih/Injih
15Tidak Ora Mboten
16 Barangkali Menowo Menawi
17 Satu Siji Setunggal
18 DuacLoro Kalih
19 Tiga Telu Tigo
20 Empat Papat Sekawan
21 Lima Limo Gangsal
22Sepuluh Sedasa Sedoso
23 Seratus Satus Setunggalatus
24 Seribu Sewu Setunggalewu
25 Orang Uwong Tiyang/Piyantun
26 Laki-Laki Lanang Kakong
27 Perempuan Wedhok/Wadhon Estri
28 Ayah Rama Romo
29 Ibu Ibu Ibu
30 Anak Lare/Putra Putro
31 Nama Jeneng/Asma Asmo
32 Uang Duwit Artho
33 Kamar Kecil (Kamar) Mburi (Kamar) Wingking
34 Air Banyu Toya
35 Jalan Dalan Mergi
36 Kira-Kira Kiro-Kiro Kinten-Kinten
37 Semua Kabeh Sedanten/Sedaya
38 Kalau/Jika Menowo Menawi
39 Lebih Luwih Langkung
40 Sangat/Sekali Banget Sanget
41 Dari Seko Saking
42 Ke Dateng Dateng
43 Sekarang Saiki Sakmeniko
44 Baru Anyar Enggal
45 Tua Tuwo Sepuh
46 Panjang Dowo Panjang
47 Pendek Cendek Cendak
48 Murah Merah Mirah
49 Mahal Larang Awis
50 Panas Benther Benther
51 Dingin Adem Asrep
52vKemarin Wingi Kolowingi
53 Hari Ini Saiki Sakmeniko
54 Besok Sesuk Mbenjang
55 AtasvNduwur Nginggil
56BawahNgisorNgandhap
57 Lapar Ngelih Luwe
58 Bahagia Seneng Rahayu
59 Sakit Lara Gerah
60 Maaf Ngapunten Ngapura/Ngapuro
61 Pagi Esuk Enjing-Injing
62 Siang Awan Siang
63 Malam Bengi Dalu/Ndalu
64 Apa Kabar Piyekabare Pripun/Kadospundi
65 Berapa Piro Pinten
66 Silahkan Monggo Monggopunaturi
67 Terima Kasih Nuwun Maturnuwun
68 Selamat Jalan Sugeng Tindak Sugeng Tindak
69 Belum Durung Dereng
70 Karena Sebabe/Mergo Amargi
71 Tetapi Mergane Amargi
72 Disini Nangkene Wontenmriki
73 Baik Apik Sae
74 Jelek Elek Kirangsae/Awon
75 Betul Bener Leres
76 Cantik/Indah Apik Endah/peni
77 Besar Gedhe Ageng
78 Kecil Cilik Alit
79vBanyak Akeh Kathah
80 Sedikit Sithik Sakedhik
81vSama Podho Sami
82 Bisa Iso Saget
83 Punya Duwe Kagungan
84 Ada Ana Wonten
85vMau Gelem Kersa
86 Jangan Ojo Ampun
87 Pergi Lungo Tindhak
88vDatang Teko Rawuh
89 Berjalan Mlaku Mlampah/Tindak
90 Bicara Omong Ngendika/Ngendiko
91 Bilang Ngomong Dawuh
92 Lihat Ndelok Mrisani
93 Mengerti Ngerti Ngertos
94 Makan Mangan Dahar/Nedo
95 Minum Ngombe Ngunjuk
96 Dengar Krungu Mireng
97 Tahu Ngerti Ngertos
98 Kasih Wenehi Paringi
99 Suka SenengvRemen
100 Cinta Seneng Tresna/Tresno
101 Pikir Pikir Penggalih
102 Membuat Nggawe Nadamel/Damel
103 Duduk Lungguh Lenggah/Pinarak
104 Potong Tugel Potong
105 Beli Tuku Tumbas
106 Berhenti Mangdheg Kendhel
107 Jauh Adoh Tebeh
108 Dekat Cedak Cerak
109 Kanan Tengen Tengen
110 Kiri Kiwo Kiring

Salam belajar budaya di Indonesia
@hendrotanoyo


Bahasa Jawa, ada yang Kasar dan ada yang Halus, dalam bahasa jawa terdapat daerah-daerah yang mayoritas penduduknya berbahasa Jawa kasar dan juga halus .

Untuk bahasa jawa terdiri, daerah-daerah yang masih banyak menggunakan bahasa jawa halus diantaranya Solo, Semarang dan juga Yogyakarta. Sedangkan untuk bahasa kasar biasanya terdapat di daerah perbatasan Jawa barat dan Jawa tengah, yakni diwilayah sekitaran pantai utara dan juga wilayah sekitaran pantai selatan.

Di wilayah Jawa timur. dialek atau cara bicaranya terdengar tegas dan lantang, mungkin karena terpengaruh juga dengan bahasa Madura yang nadanya memang seperti itu.

Fakta-Fakta Tentang Bahasa Jawa

1. Bahasa Jawa Memiliki Banyak Penutur


Bahasa Jawa merupakan bahasa dengan penutur terbanyak di Indonesia. Bahasa jawa banyak dituturkan oleh masyarakat yang tinggal di wilayah Jawa tengah, Yogyakarta, Jawa timur dan sebagian penduduk di daerah Banten juga penduduk disekitar kawasan Pantai utara, seperti Karawang, Cirebon, Indramayu dan Subang.

Selain di Nusantara, bahasa Jawa digunakan oleh masyarakat di negara Suriname dan juga di Aruba, Curacao dan Kaledonia baru. Meskipun jumlah penuturnya tak sebanyak di negara Suriname yang mayoritas penduduknya juga bersuku Jawa.

2. Memiliki Dialek atau Logat Berbeda


Bahasa Jawa juga memiliki logat yang berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya. Logat orang yang tinggal di pesisir pantai utara tentu saja akan berbeda dengan Penutur di wilayah Solo dan Yogyakarta yang dikenal lembut.

3. Terbagi Kedalam Beberapa Strata


Dalam masyarakat Jawa, terdapat beberapa pilihan penggunaan Bahasa Jawa dan pilihan Bahasa Jawa ini memiliki tingkatan yang berbeda (mulai dari tingkatan bahasa yang kasar hingga tingkatan bahasa yang halus).

Nah, tingkatan bahasa inilah yang kemudian menentukan kesan hormat dan sopan-nya si penutur. Dalam kehidupan bermasyarakat di ruang lingkup masyarakat Jawa, terdapat 3 ragam bahasa, yaitu ngoko, madya, dan krama. Dan bahasa krama sendiri masih terbagi lagi menjadi beberapa sub bahasa, seperti Bahasa Jawa Krama Inggil, krama desa, bahasa istana/ keraton, dan bahasa kasar.

Demikian belajar kita tentang Bahasa Jawa lewat Kosakata Bahasa Jawa Halus Krama Inggil.
Kromo inggil, yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Gunakan kata tersebut untuk melakukan percakapan bahasa Jawa Halus.

Semoga bermanfaat selamat belajar .
Sumonggo sami pawiyatan basa Jawi.

Salam

@hendrotanoyo.


Minggu, 19 April 2020

PASAR TRADISIONAL


PASAR TRADISIONAL
@hendrotanoyo





Merupakan pasar di mana kegiatan penjual dan pembelinya dilakukan secara langsung dalam bentuk eceran dalam waktu sementara atau tetap dengan tingkat pelayanan terbatas.


Dalam buku Indonesian Culture (2009) karya Rahmad Widiyanto, pasar tradisional merupakan pasar yang berkembang di masyarakat dengan pedagang asli pribumi.



Pasar Tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta ditandai dengan adanya transaksi penjual pembeli secara langsung dan biasanya ada proses tawar-menawar, bangunan biasanya terdiri dari kios-kios atau gerai, los dan dasaran terbuka yang dibuka oleh penjual maupun suatu pengelola pasar.
Kebanyakan menjual kebutuhan sehari-hari seperti bahan-bahan makanan berupa ikan buah. 
sayur-sayuran telur daging kain pakaian barang elektronik jasa dan lain-lain. Selain itu, ada pula yang menjual kue-kue dan barang-barang lainnya.
Pasar seperti ini masih banyak ditemukan di Indonesia Pada umumnya terletak dekat kawasan perumahan agar memudahkan pembeli untuk mencapai pasar. Beberapa pasar tradisional yang "legendaris" antara lain adalah Pasar Beringharjo di Yogyakarta, Pasar Klewer di Solo, Pasar Johar di Semarang. Pasar tradisional di seluruh Indonesia



Pasar tradisional biasanya muncul dari kebutuhan masyarakat umum yang membutuhkan tempat untuk menjual barang yang dihasilkan.

Sedangkan konsumen yang membutuhkan barang tertentu untuk kebutuhan hidup sehari-hari bisa mendapatkannya di situ.



Fungsi pasar tradisional



Pasar tersebut memiliki beberapa fungsi bagi perekonomian daerah, yaitu:


1. Pasar sebagai sumber retribusi daerah
2. Pasar sebagai tempat pertukaran barang
3. Pasar sebagai pusat pengembangan ekonomi rakyat
4. Pasar sebagai pusat perputaran uang daerah
5. pasar sebagai lapangan pekerjaan



Ciri-ciri pasar tradisional



Pasar tradisional memiliki beberapa ciri-ciri, di antaranya:


1. Adanya sistem tawar-menawar antara penjual dan pembeli.
2. Pasar tradisional dimiliki, dibangun, dan dikelola oleh pemerintah daerah.
3. Tempat usaha beragam dan menyatu dalam lokasi yang sama.
4. Sebagian besar barang dan jasa ditawarkan adalah produksi lokal



Keunggulan dengan adanya pasar tradisional adalah :



Kelebihan pasar tradisional :


1. Terjadinya transaksi tawar menawar antara pedagang dan Pembeli
2. Terjadinya transaksi secara langsung dengan pedagang
3. Makanan dan minuman yang dijual biasanya tidak mengandung bahan pengawet.



Kekurangan pasar tradisional
1. Biasanya tempatnya kotor dan becek

2. Pengemasan barangnya kurang baik
3. Beberapa makanan dan barang - barangnya berkuaitas kurang baik
4. Barang - barang yang tersedia kurang lengkap



Dalam aktivitas ekonomi, penjual dan pembeli bisa melakukannya transaksi langsung tanpa perantara.
Adanya proses interaksi sosial yang berpengaruh pada keputusan dan kepuasan antara penjual dan pembeli.
Dari segi lokasi, pasar tradisional letaknya selalu berdekatan dengan permukiman penduduk.



Jenis pasar tradisional



Pasar sebagai perusahaan daerah digolongkan menjadi beberapa jenis, yaitu:

 Menurut jenis kegiatannya

 Di sini pasar dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:

 1. Pasar eceran, di mana permintaan dan penawaran barang secara eceran atau satuan.
2. Pasar grosir, di mana terdapat permintaan dan penawaran dalam jumlah besar.
3. Pasar induk, pasar yang lebih besar dari pasar grosir dan menjadi pusat pengumpulan dan penyimpanan bahan pangan.



Kegiatan pelayanan yang terpusat dan tersebar

 Terbagi menjadi dua pasar, yaitu:

 1. Fasilitas perdagangan yang terpusat
Artinya pasar ini memiliki hierarki paling tinggi dari fasilitas perdagangan dan memiliki tata letak di pusat kota.
Aktivitas perdagangan ini terdiri dari perdagangan eceran dan perdagangan besar.
 2. Fasilitas yang tersebar
Berfungsi sebagai pelayanan lingkungan di dalam kota. Di mana terdapat pusat-pusat area pelayanan dan menjadi satu dengan fasilitas sosial lainnya.
Tingkat pelayanan ini terbagi menjadi beberapa tingkatan yaitu pasar regional, kota, wilayah, lingkungan, dan pasar blok atau kecamatan.



Menurut waktu kegiatannya

 Dalam pasar ini terbagi menjadi empat golongan, yaitu :
1. Pasar siang, beroperasi pukul 04.00-16.00 WIB
2. Pasar malam, beroperasi pukul 16.00-04.00 WIB
3. Pasar siang dan malam atau 24 jam
4. Pasar darurat, menggunakan jalan umum pada momen tertentu. Seperti pasar murah Ramadan.



Menurut status kepemilikan

 Pasar digolongkan menjadi tiga jenis, yakni :

1. Pasar pemerintah, dimiliki dan dikuasai oleh pemerintah pusat maupun daerah.
2. Pasar swasta, dimiliki dan dikuasai oleh badan hukum yang diijinkan oleh pemerintah daerah.
3. Pasar liar, aktivitasnya di luar pemerintah daerah dan disebabkan karena kurangnya fasilitas pasar.

@hendrotanoyo



Menurut budaya Jawa, Pasar adalah semesta symbol maka,

Pasar dilakukan secara rotasi dan disesuaikan dengan hari baik.

1. Wage, di utara, berunsur tanah memancarkan aura hitam
2.  Legi, di timur, berunsur udara memancarkan aura putih
3.  Pahing, di selatan, berunsur api memancarkan cahaya merah
4. Pon, di barat, berunsur air memancarkan cahaya kuning
5. Kliwon, di pusat, tempat sukma/jiwa memancarkan cahaya manca warna


Senin, 13 April 2020

KEBUDAYAAN JAWA


KEBUDAYAAN JAWA
@hendrotanoyo
            Indonesia dikenal dengan kekayaan budayanya sebagai negara besar dengan 17.548 pulau, dengan lebih dari 250 suku. Suku Bangsa yang terbesar di Indonesia adalah Suku Jawa. Kebudayaan sebagai tradisi, kepercayaan, perilaku dan benda-benda yang dipergunakan masyarakat. Kebudayaan masyarakat adalah apa yang memisahkan cara hidup manusia sejak dua orang berjalan pada permukaan bumi. Dilihat dari demografinya, suku Jawa mendiami wilayah tengah dan timur Pulau Jawa. Sebagai sebuah suku yang besar, tentu saja Suku Jawa juga memiliki kebudayaan yang besar, digunakan turun-temurun, dan masih ditemukan hingga sekarang. Kebudayaan Jawa adalah salah satu kebudayaan di Asia yang paling kuno dan identik akan tradisi, perilaku, dan peralatan kuno. Kekayaan ini cukup nyata dari sejarah kebudayaan jawa yang berjalan terus menerus selama lebih dari seribu tahun di daerah-daerah tertentu di pulau jawa. Kebudayaan Jawa itu berasal dari beraneka ragam tradisi, kepercayaan dan cara hidup

          

            Kebudayaan Jawa sebagai salah satu wujud penghayatan orang Jawa dan pengungkapan penafsiran mereka atas realitas. Kebudayaan Jawa bersifat konstruktif, teoritis, dan filosofis. Nilai-nilai hidup adalah wujud abstrak kebudayaan yang menjadi pedoman bagi perilaku manusia. budaya Jawa pada umumnya mengutamakan keseimbangan, keselarasan, dan keserasian dalam kehidupan sehari-hari.
Budaya Jawa juga menjujung tinggi etika sopan santun, kesopanan, dan kesederhanaan. Kaitan antara nilai dengan sikap hidup disebut dengan mentalitas. Misalnya sabar, rela (dalam bahasa jawa disebut dengan legowo), dan nrima  (menerima atau terbuka), andhap asor (rendah hati), tlaten (tekun). Setiap orang Jawa dengan sendirinya akan menerapkan etika sopan santun yang telah diajarkan oleh orang tuanya sejak ia masih kecil.
            Selain itu, ada konsep kuno dari masyarakat jawa yang mengatakan bahwa ada roh-roh dimana-mana. Akibatnya harus waspada dalam segala hal supaya jangan membuat mereka marah tetapi, membuat mereka tenang. Dari konsep religi ini, muncul struktur.  Hal ini bertujuan untuk menangani situasi dan bagaimana tinggal dalam dunia yang diciptakan seperti ini.
Salah satu contohnya yakni “selametan”. Selametan (selamatan) adalah tradisi lama dimana anggota masyarakat berkumpul setelah seorang menikah, meninggal atau masa waktu yag lain terjadi untuk makan bersama dan berdoa pada roh-roh. Saya memiliki cerita berkaitan dengan selametan ini.
Ketika saya memiliki motor yang belum di selameti, motor saya selalu bermasalah mulai dari ban meletus, mogok atau mesin tidak bisa menyala. Setelah sepeda saya dijual dan ganti yang baru saya menggelar selametan dan akhirnya hingga saat ini sepeda saya yang baru tidak ada masalah apapun. Percaya atau tidak saya melakukan hal ini karena saya adalah orang jawa yang ingin menghidupi kebudayaan jawa.
Gagasan selametan dapat diartikan sebagai selamat di dunia dan di dunia lain. Selametan sering kali digelar untuk meminta perlindungan kepada roh-roh di dunia lain agar mereka tidak mengganggu orang. Mereka juga permisi kepada roh-roh tersebut agar mereka di ijinkan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan permintaan mereka.
           
            Kebudayaan Jawa yang turun temurun diwariskan hingga sekarang diantaranya adalah :

            1. Bahasa
            Suku Jawa memiliki bahasa daerah yang disebut dengan Bahasa Jawa. Sebagian besar masyarakat Jawa pada umumnya lebih banyak menggunakan Bahasa Jawa ini daripada menggunakan bahasa nasional, Bahasa Indonesia, untuk berbicara. Bahasa Jawa memiliki aturan yang berbeda dalam hal intonasi dan kosakata dengan memandang siapa yang berbicara dan siapa lawan bicaranya. Hal ini biasa disebut dengan istilah Bahasa “Kromo Inggil, Kromo Ngoko, dll” atau unggah-ungguh.

            Aturan ini memiliki pengaruh sosial yang kuat dalam budaya Jawa dan secara tidak langsung mampu membentuk kesadaran yang kuat akan status sosialnya di tengah masyarakat. Sebagai contoh, di manapun seseorang dari Suku Jawa berada, dia akan tetap hormat kepada yang lebih tua walaupun dia tidak mengenalnya. Unggah-ungguh semacam inilah yang pertama kali dibentuk Suku Jawa melalui keteladanan bahasa.

            2. Kepercayaan
            Dahulunya, masyarakat Suku Jawa sebagian besar memeluk agama Hindu, Budha, dan Kejawen sebagai pegangan. Berbeda dengan yang sekarang, sebagian besar masyarakat Jawa memeluk agama Islam dan sebagian kecil menganut agama Kristen dan Khatolik. Meskipun demikian, budaya masa lalu masyarakat Jawa tidak utuh ditinggalkan begitu saja karena kepercayaan Kejawen, yang merupakan kepercayaan yang dihasilkan dari budaya Jawa, tetap masih ada yang menjalankan.
            Kepercayaan kejawen berisikan tentang seni, budaya, tradisi, ritual, sikap dan juga filosofi orang-orang Jawa. Biasanya kepercayaan ini begitu kuat dipegang oleh orang-orang yang sudah berusia tua dan umumnya generasi di bawahnya sudah tidak banyak lagi yang mengikutinya. Meski berbeda pandangan, hal ini ternyata tidak menimbulkan pergesekan antara yang tua maupun yang muda, bahkan kaum yang muda cenderung menghormati yang tua untuk masalah ini.

            3. Filosofi
            Orang Jawa juga dikenal lekat dengan filosofi kehidupan (titen, Niteni), terutama dengan apa yang diajarkan oleh Sunan Kalijogo. Dalam kegiatannya berdakwah, seringkali Sunan Kalijogo menggunakan pendekatan tradisi sehingga banyak orang Jawa yang mengikuti ajarannya. Misalkan saja, lagu Ilir-ilir dan Gundul-gundul Pacul merupakan karya beliau yang sampai saat ini masih diperdengarkan turun-temurun.

            Sunan Kalijogo juga meninggalkan filosofi hidup yang termuat dalam Dasa Pitutur yang masih dijalankan sampai sekarang. Isinya di antaranya adalah urip iku urup, memayu hayuning bawana ambrasta dur hangkara, sura dira jaya jayaningrat lebur dening pangastuti, ngluruk tanpa bala menang tanpa ngasorake sekti tanpa aji-aji sugih tanpa bandha, dan sebagainya.

            4. Kesenian
            Dalam bidang seni budaya, masyarakat Suku Jawa bisa dibilang memiliki kekayaan seni yang beragam. Setidaknya seni tradisional ini dibagi menjadi 3 kelompok menurut akar budayanya, yakni Banyumasan (Ebeg), Jawa Tengah dan Jawa Timur (Kethoprak, Wayang, Ludruk dan Reog).
Untuk seni musik, masyarakat Jawa memiliki Langgam Jawa yang merupakan adaptasi musik keoncong ke dalam musik tradisional Jawa, khususnya Gamelan.
            Selain itu, Suku Jawa memiliki ragam seni tari dari berbagai daerah, yakni Tari Bambangan Cakil dari Jawa Tengah, Tari Angguk dari Yogyakarta, Tari Ebeg dari Banyumas, Tari Gandrung dari Banyuwangi, Tari Kridhajati dari Jepara, Tari Kuda Lumping dari Jawa Tengah, Tari Reog dari Ponorogo, Tari Remo dari Jawa Timur, Tari Emprak dari Jawa Tengah, Tari Golek Menak dari Yogyakarta, dan Tari Sintren dari Jawa Tengah.

            5. Kalender
            Salah satu kekayaan budaya Jawa yang tidak dimiliki oleh suku lain adalah Kalender Jawa. Kalender ini merupakan penanggalan yang digunakan oleh Kesultanan Mataram. Ketika Islam mulai berkembang di tanah Jawa, Sultan Agung memutuskan untuk meninggalkan Kalender Saka dan menggantinya dengan Kalender Hijriah dengan penyesuaian budaya Jawa. Kalender Jawa dibuat dengan perpaduan antara budaya Islam, budaya Hindu-Budha, dan budaya Eropa.
            Dalam kalender sistem Jawa, siklus harian yang dipakai ada dua macam, yakni siklus mingguan yang terdiri dari 7 hari seperti yang kita kenal sekarang (Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jum’at, Sabtu, dan Minggu) serta siklus minggu pancawara yang terdiri dari 5 hari pasaran (Manis, Pahing, Pon, Wage, dan Kliwon). Untuk hitungan bulan, Kalender Jawa juga memiliki 12 bulan, yakni Sura, Supar, Mulud, Bakda Mulud, Jumadilawal, Jumadilakir, Rajab, Ruwah, Pasa, Sawal, Sela, dan Besar.

            6. Hitungan Jawa
            Masyarakat tradisional Jawa juga memiliki sistem perhitungan untuk membuat keputusan-keputusan penting. Sistem perhitungan ini biasa disebut dengan Neptu, meliputi angka perhitungan hari, hari pasaran, bulan, dan tahun Jawa. Setiap hari, hari pasar, bulan, dan tahun memiliki nilai yang berbeda-beda. Dari nilai perhitungan total itulah nantinya akan diketahui baik-buruknya keputusan yang akan diambil.

            Perhitungan ini juga bisa didasarkan pada susunan Aksara Jawa  ( ha na ca ra ka, da ta sa wa la, pa dha ja ya nya, ma ga ba tha nga ). Setiap aksara memiliki nilai yang berbeda-beda, misalkan ha, da, pa, ma masing-masing nilainya 1 dan huruf na, ta, dha, ga masing-masing nilainya 2, begitu juga seterusnya.
Dari total perhitungan tersbut nantinya akan dicocokkan dengan 5 unsur, yakni Sri, Lungguh, Gedhong, Loro dan Pari. Unsur Sri, Lungguh dan Gedhong merupakan unsur positif, sedangkan Loro dan Pati adalah unsur negatif yang biasanya akan dihindari oleh orang Jawa.

            Walaupun mereka telah jauh merantau di luar Pulau Jawa, kebudayaan Jawa tidaklah dilupakan. Sebagai masyarakat Jawa dan Indonesia semua orang dapat belajar dari kebudayaan Jawa yang harus di hidupi sebagai warisan leluhur Indonesia
            Nah, itulah kebudayaan Suku Jawa yang masih diwariskan secara turun-temurun hingga bisa kita temui sampai sekarang. Meski masih ada, bukan tidak mungkin dengan derasnya era modernisasi kebudayaan Jawa ini bisa tergerus. Oleh karena itu, peran generasi mudanya lah yang akan menentukan bagaimana kelestarian kebudayaan ini nantinya

@hendrotanoyo

Kamis, 02 April 2020

MATERI PERUNDINGAN LINGGAR JATI


MATERI PERUNDINGAN LINGGAR JATI
Sapto Budi Hendrotanoyo,S.Pd
Guru SMP Negeri 2 Manyaran

@hendrotanoyo



Perundingan Linggarjati
            Perundingan Linggarjati atau kadang juga disebut Perundingan Lingga'r'jati adalah suatu perundingan antara Indonesia dan Belanda di Linggarjati, Jawa Barat yang menghasilkan persetujuan mengenai status kemerdekaan Indonesia. Hasil perundingan ini ditandatangani di Istana Merdeka Jakarta pada 15 November 1946 dan ditandatangani secara sah oleh kedua negara pada 25 Maret 1947

1.      Latar Belakang
            Masuknya AFNEI yang diboncengi NICA ke Indonesia karena Jepang menetapkan 'status quo' di Indonesia menyebabkan terjadinya konflik antara Indonesia dengan Belanda, seperti contohnya peristiwa 10 November, selain itu pemerintah Inggris menjadi penanggung jawab untuk menyelesaikan konflik politik dan militer di Asia. Oleh sebab itu, Sir Archibald Clark Kerr, Diplomat Inggris, mengundang Indonesia dan Belanda untuk berunding di Hooge Veluwe, tetapi perundingan tersebut gagal karena Indonesia meminta Belanda mengakui kedaulatannya atas Jawa, Sumatera dan Pulau Madura, tetapi Belanda hanya mau mengakui Indonesia atas Jawa dan Madura saja.

2.      Misi pendahuluan
            Pada akhir Agustus 1946, pemerintah Inggris mengirimkan Lord Killearn ke Indonesia untuk menyelesaikan perundingan antara Indonesia dengan Belanda. Pada tanggal 7 Oktober 1946 bertempat di Konsulat Jenderal Inggris di Jakarta dibuka perundingan Indonesia-Belanda dengan dipimpin oleh Lord Killearn. Perundingan ini menghasilkan persetujuan gencatan senjata (14 Oktober) dan meratakan jalan ke arah perundingan di Linggarjati yang dimulai tanggal 11 November 1946.

3.      Jalannya perundingan
            Dalam perundingan ini Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir, Belanda diwakili oleh tim yang disebut Komisi Jendral dan dipimpin oleh Wim Schermerhorn dengan anggota H.J. Van Mook, dan Lord Killearn dari Inggris bertindak sebagai mediator dalam perundingan ini.

4.      Hasil perundingan
            Hasil perundingan tersebut menghasilkan 17 pasal yang antara lain berisi:
1.      Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Jawa, Sumatera dan Madura.
2.      Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 Januari 1949.
3.      Pihak Belanda dan Indonesia Sepakat membentuk negara RIS.
4.      Dalam bentuk RIS Indonesia harus tergabung dalam Commonwealth/Persemakmuran Indonesia-Belanda dengan mahkota negeri Belanda sebagai kepala uni.

5.      Pro dan Kontra di kalangan masyarakat Indonesia


(Salah satu poster yang dipajang di Bangunan Cagar Budaya Gedung Perundingan Linggarjati berisikan himbauan pencegahan konflik akibat pro kontra masyarakat Indonesia terhadap hasil perundingan)

            Perjanjian Linggarjati menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat Indonesia, contohnya beberapa partai seperti Partai Masyumi, PNI, Partai Rakyat Indonesia, dan Partai Rakyat Jelata. Partai-partai tersebut menyatakan bahwa perjanjian itu adalah bukti lemahnya pemerintahan Indonesia untuk mempertahankan kedaulatan negara Indonesia. Untuk menyelesaikan permasalahan ini, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 6/1946, dimana bertujuan menambah anggota Komite Nasional Indonesia Pusat agar pemerintah mendapat suara untuk mendukung perundingan linggarjati.

6.      Pelanggaran Perjanjian
            Pelaksanaan hasil perundingan ini tidak berjalan mulus. Pada tanggal 20 Juli 1947, Gubernur Jendral H.J. van Mook akhirnya menyatakan bahwa Belanda tidak terikat lagi dengan perjanjian ini, dan pada tanggal 21 Juli 1947, meletuslah Agresi Militer Belanda I. Hal ini merupakan akibat dari perbedaan penafsiran antara Indonesia dan Belanda.

SELAMAT BELAJAR